Yang dimaksud dengan rukun shalat adalah setiap perkataan atau
perbuatan yang akan membentuk hakikat shalat. Jika salah satu rukun ini tidak
ada, maka shalat pun tidak teranggap secara syar’i dan juga tidak bisa diganti
dengan sujud sahwi.
Meninggalkan rukun shalat ada dua bentuk.
Pertama:
Meninggalkannya dengan sengaja. Dalam kondisi seperti ini shalatnya batal dan
tidak sah dengan kesepakatan para ulama.
Kedua:
Meninggalkannya karena lupa atau tidak tahu. Di sini ada tiga rincian,
1.
Jika mampu untuk mendapati rukun tersebut lagi, maka wajib untuk
melakukannya kembali. Hal ini berdasarkan kesepakatan para ulama.
2.
Jika tidak mampu mendapatinya lagi, maka shalatnya batal menurut
ulama-ulama Hanafiyah. Sedangkan jumhur ulama (mayoritas ulama) berpendapat
bahwa raka’at yang ketinggalan rukun tadi menjadi hilang.
3.
Jika yang ditinggalkan adalah takbiratul ihram, maka shalatnya
harus diulangi dari awal lagi karena ia tidak memasuki shalat dengan benar.
Rukun pertama: Berdiri bagi yang mampu
Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
صَلِّ قَائِمًا ، فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَقَاعِدًا ، فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَعَلَى جَنْبٍ
“Shalatlah dalam keadaan
berdiri. Jika tidak mampu, kerjakanlah dalam keadaan duduk. Jika tidak mampu
lagi, maka kerjakanlah dengan tidur menyamping.”
Rukun kedua: Takbiratul ihram
Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
مِفْتَاحُ الصَّلاَةِ الطُّهُورُ وَتَحْرِيمُهَا التَّكْبِيرُ وَتَحْلِيلُهَا التَّسْلِيمُ
“Pembuka shalat adalah
thoharoh (bersuci). Yang mengharamkan dari hal-hal di luar shalat adalah ucapan
takbir. Sedangkan yang menghalalkannya kembali adalah ucapan salam. ”
Yang dimaksud dengan rukun shalat adalah ucapan takbir “Allahu Akbar”. Ucapan takbir ini tidak
bisa digantikan dengan ucapakan selainnya walaupun semakna.
Rukun ketiga: Membaca Al Fatihah di Setiap Raka’at
Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ صَلاَةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ
“Tidak ada shalat (artinya
tidak sah) orang yang tidak membaca Al Fatihah.”
Rukun keempat dan kelima: Ruku’ dan thuma’ninah
Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam pernah mengatakan pada orang yang jelek
shalatnya (sampai ia disuruh mengulangi shalatnya beberapa kali karena tidak
memenuhi rukun),
ثُمَّ ارْكَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ رَاكِعًا
“Kemudian ruku’lah dan
thuma’ninahlah ketika ruku’.”
Keadaan minimal dalam ruku’ adalah membungkukkan badan dan
tangan berada di lutut.
Sedangkan yang dimaksudkan thuma’ninah adalah keadaan tenang di
mana setiap persendian juga ikut tenang. Sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah
mengatakan pada orang yang jelek shalatnya sehingga ia pun disuruh untuk
mengulangi shalatnya, beliau bersabda,
لاَ تَتِمُّ صَلاَةُ أَحَدِكُمْ حَتَّى يُسْبِغَ … ثُمَّ يُكَبِّرُ فَيَرْكَعُ فَيَضَعُ كَفَّيْهِ عَلَى رُكْبَتَيْهِ حَتَّى تَطْمَئِنَّ مَفَاصِلُهُ وَتَسْتَرْخِىَ
“Shalat tidaklah sempurna
sampai salah seorang di antara kalian menyempurnakan wudhu, … kemudian
bertakbir, lalu melakukan ruku’ dengan meletakkan telapak tangan di lutut
sampai persendian yang ada dalam keadaan thuma’ninah dan tenang.”
Ada pula ulama yang mengatakan bahwa thuma’ninah adalah sekadar
membaca dzikir yang wajib dalam ruku’.
Rukun keenam dan ketujuh: I’tidal setelah ruku’
dan thuma’ninah
Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam mengatakan pada orang yang jelek shalatnya,
ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَعْتَدِلَ قَائِمًا
“Kemudian tegakkanlah
badan (i’tidal) dan thuma’ninalah.”
Rukun kedelapan dan kesembilan: Sujud dan
thuma’ninah
Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam mengatakan pada orang yang jelek shalatnya,
ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا
“Kemudian sujudlah dan
thuma’ninalah ketika sujud.”
Hendaklah sujud dilakukan pada tujuh bagian anggota badan: [1,2]
Telapak tangan kanan dan kiri, [3,4] Lutut kanan dan kiri, [5,6] Ujung kaki
kanan dan kiri, dan [7] Dahi sekaligus dengan hidung.
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
أُمِرْتُ أَنْ أَسْجُدَ عَلَى سَبْعَةِ أَعْظُمٍ عَلَى الْجَبْهَةِ – وَأَشَارَ بِيَدِهِ عَلَى أَنْفِهِ – وَالْيَدَيْنِ ، وَالرُّكْبَتَيْنِ وَأَطْرَافِ الْقَدَمَيْنِ
“Aku diperintahkan
bersujud dengan tujuh bagian anggota badan: [1] Dahi (termasuk juga hidung,
beliau mengisyaratkan dengan tangannya), [2,3] telapak tangan kanan dan kiri, [4,5]
lutut kanan dan kiri, dan [6,7] ujung kaki kanan dan kiri. ”
Rukun kesepuluh dan kesebelas: Duduk di antara dua
sujud dan thuma’ninah
Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا ، ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ جَالِسًا ، ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا
“Kemudian sujudlah dan
thuma’ninalah ketika sujud. Lalu bangkitlah dari sujud dan thuma’ninalah ketika
duduk. Kemudian sujudlah kembali dan thuma’ninalah ketika sujud.”
Rukun keduabelas dan ketigabelas: Tasyahud akhir
dan duduk tasyahud
Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
فَإِذَا قَعَدَ أَحَدُكُمْ فِى الصَّلاَةِ فَلْيَقُلِ التَّحِيَّاتُ لِلَّهِ …
“Jika salah seorang antara
kalian duduk (tasyahud) dalam shalat, maka ucapkanlah “at tahiyatu lillah …”.”
Bacaan tasyahud:
التَّحِيَّاتُ لِلَّهِ وَالصَّلَوَاتُ وَالطَّيِّبَاتُ ، السَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِىُّ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ ، السَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللَّهِ الصَّالِحِينَ ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ
“At tahiyaatu lillah wash
sholaatu wath thoyyibaat. Assalaamu ‘alaika ayyuhan nabiyyu wa rohmatullahi wa
barokaatuh. Assalaamu ‘alaina wa ‘ala ‘ibadillahish sholihiin. Asy-hadu an laa
ilaha illallah, wa asy-hadu anna muhammadan ‘abduhu wa rosuluh.”
(Segala ucapan penghormatan hanyalah milik Allah, begitu juga segala shalat dan
amal shalih. Semoga kesejahteraan tercurah kepadamu, wahai Nabi, begitu juga
rahmat Allah dengan segenap karunia-Nya. Semoga kesejahteraan terlimpahkan
kepada kami dan hamba-hamba Allah yang shalih. Aku bersaksi bahwa tidak ada
sesembahan yang berhak disembah dengan benar selain Allah dan aku bersaksi
bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya)
Apakah bacaan tasyahud “assalamu
‘alaika ayyuhan nabi” perlu diganti dengan bacaan “assalaamu
‘alan nabi”?
Al Lajnah Ad Da-imah (Komisi Fatwa di Saudi Arabia) pernah
ditanya,
“Dalam tasyahud apakah seseorang membaca bacaan “assalamu ‘alaika ayyuhan nabi” atau bacaan “assalamu ‘alan nabi”? ‘Abdullah bin Mas’ud
pernah mengatakan bahwa para sahabat dulunya sebelum Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat,
mereka mengucapkan “assalamu ‘alaika ayyuhan nabi”. Namun setelah beliau wafat,
para sahabat pun mengucapkan “assalamu ‘alan nabi”.
Jawab:
Yang lebih tepat, seseorang ketika tasyahud dalam shalat mengucapkan
“assalamu ‘alaika ayyuhan nabi wa rohmatullahi wa barokatuh”. Alasannya, inilah
yang lebih benar yang berasal dari berbagai hadits. Adapun riwayat Ibnu Mas’ud
mengenai bacaan tasyahud yang mesti diganti setelah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat
–jika memang itu benar riwayat yang shahih-, maka itu hanyalah hasil
ijtihad Ibnu Mas’ud dan tidak bertentangan dengan hadits-hadits shahih yang
ada. Seandainya ada perbedaan hukum bacaan antara sebelum Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat
dan setelah beliau wafat, maka pasti Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam sendiri yang akan menjelaskannya pada para
sahabat.
(Yang menandatangani fatwa ini adalah Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz sebagai Ketua, Syaikh
‘Abdur Rozaq ‘Afifi sebagai Wakil Ketua, Syaikh ‘Abdullah bin Qu’ud dan
‘Abdullah bin Ghodyan sebagai anggota)
Rukun keempatbelas: Shalawat kepada Nabi setelah
mengucapkan tasyahud akhir
Dalilnya adalah hadits Fudholah bin ‘Ubaid Al Anshoriy.
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam pernah mendengar seseorang yang berdo’a dalam
shalatnya tanpa menyanjung Allah dan bershalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu
beliau mengatakan, “Begitu cepatnya ini.” Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mendo’akan
orang tadi, lalu berkata padanya dan lainnya,
إذا صلى أحدكم فليبدأ بتمجيد الله والثناء عليه ثم يصلي على النبي صلى الله عليه وسلم ثم يدعو بعد بما شاء
“Jika salah seorang di
antara kalian hendak shalat, maka mulailah dengan menyanjung dan memuji Allah,
lalu bershalawatlah kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu berdo’a
setelah itu semau kalian.”
Bacaan shalawat yang paling bagus adalah sebagai berikut.
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ ، اللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ
“Allahumma sholli ‘ala
Muhammad wa ‘ala aali Muhammad kamaa shollaita ‘ala Ibroohim wa ‘ala aali
Ibrohim, innaka hamidun majiid. Allahumma baarik ‘ala Muhammad wa ‘ala aali
Muhammad kamaa barrokta ‘ala Ibrohim wa ‘ala aali Ibrohimm innaka hamidun
majiid.”
Rukun kelimabelas: Salam
Dalilnya hadits yang telah disebutkan di muka,
مِفْتَاحُ الصَّلاَةِ الطُّهُورُ وَتَحْرِيمُهَا التَّكْبِيرُ وَتَحْلِيلُهَا التَّسْلِيمُ
“Yang mengharamkan dari
hal-hal di luar shalat adalah ucapan takbir. Sedangkan yang menghalalkannya
kembali adalah ucapan salam. ”
Yang termasuk dalam rukun di sini adalah salam yang pertama.
Inilah pendapat ulama Syafi’iyah, Malikiyah dan mayoritas ‘ulama.
Model salam ada empat:
1.
Salam ke kanan “Assalamu
‘alaikum wa rohmatullah”, salam ke kiri “Assalamu ‘alaikum wa rahmatullah”.
2.
Salam ke kanan “Assalamu
‘alaikum wa rohmatullah wa barokatuh”, salam ke kiri “Assalamu ‘alaikum wa rahmatullah”.
3.
Salam ke kanan “Assalamu
‘alaikum wa rohmatullah”, salam ke kiri “Assalamu ‘alaikum”.
4.
Salam sekali ke kanan “Assalamu’laikum”.
Rukun keenambelas: Urut dalam rukun-rukun yang ada
Alasannya karena dalam
hadits orang yang jelek shalatnya, digunakan kata “tsumma“
dalam setiap rukun. Dan “tsumma” bermakna urutan.
Sumber : http://rumaysho.com/hukum-islam/shalat/3422-rukun-rukun-shalat-1.html
Sumber : http://rumaysho.com/hukum-islam/shalat/3422-rukun-rukun-shalat-1.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar